Ketika Penggemar Andrea Angkat Bicara

Andrea-Hirata

Baru beberapa hari yang lalu seorang teman di timeline facebook men-share sebuah tautan menarik. Judul dari tautan itu menyebutkan sebuah nama yang sangat familiar bagi saya, sebuah nama milik seorang penulis favorit saya saat kecil dulu: Andrea Hirata. Jari pun tergerak untuk mengklik tautan itu. Tapi kalau tautan itu dibaca lagi, nampaknya bunyinya tidak terlalu enak didengar. Teman yang men-share tautan tersebut juga nampaknya mengkritik Andrea atas sesuatu yg tertulis di tautan itu.

Ternyata artikel yang dirujuk oleh tautan tersebut menceritakan tentang keputusan Andrea untuk menggugat seorang tokoh bernama Damar Julianto. Apa titik permasalahannya? Intinya, seorang Damar konon telah menulis sebuah artikel kritis di Kompasiana yang membuat telinga Andrea panas. Dalam tulisannya, Damar mempertanyakan klaim Andrea yang mengatakan bahwa buku karangannya, Laskar Pelangi, yang diterbitkan di Amerika dengan judul Rainbow Troops, telah diterbitkan oleh penerbit FSG. FSG adalah badan penerbitan yang biasa menerbitkan buku-buku karya pengarang-pengarang kondang. Menurut Damar, yang benar adalah Rainbow Troops diterbitkan oleh penerbit Sarah Crichton Books, sebuah penerbit yang orientasinya lebih untuk tujuan komersil.

Andrea mengklaim balik bahwa bukunya jelas diterbitkan oleh FSG. Sarah Crichton Books juga terlibat dalam penerbitan buku itu sebagai editor, sehingga nama Sarah Crichton ikut dicantumkan dalam Rainbow Troops. Andrea kemudian mempertanyakan balik kenapa penerbit bukunya itu dipermasalahkan, seolah penerbit FSG adalah penerbit unggulan sehingga hanya buku bermutu saja yang bisa diterbitkan, sementara Sarah Crichton tidak sekaliber FSG. Andrea juga menganggap tudingan tersebut menjatuhkan citranya sebagai sastrawan yang mencoba mempromosikan sastra Indonesia di ranah dunia. Scroll makin ke bawah dari artikel itu, saya membaca banyak komentar yang mengkritik Andrea, dari mulai yang secara halus memohon agar Andrea jangan terlalu terburu-buru melakukan gugatan, hingga yang mencelanya, menganggap Andrea sudah jadi sombong sekali.

Well, saya jadi bingung dibuatnya, tapi sebelum saya sepenuhnya membuat penilaian, ada baiknya saya mencari informasi lain agar melihat gambaran semuanya secara utuh. Tautan kedua muncul beberapa hari kemudian di timeline, dicetus oleh seorang teman lainnya. Kali ini artikel di buat oleh seorang pihak ketiga bernama Imran Bajang.

Untuk lebih jelas dan validnya, silahkan di klik tautan ini:

http://jakartabeat.net/humaniora/kanal-humaniora/esai/item/1692-andrea-hirata,-distorsi-sikap-dan-informasi.html#.UT2pxDff0fJ

Dalam artikel itu mas Bajang mencoba menilai bahwa tulisan Damar sama sekali tidak berusaha menjatuhkan Andrea. Tulisan Damar lebih bersifat memverifikasi pernyataan dan klaim yang telah di buat Andrea. Misalnya, selain soal penerbit, Andrea pernah mengatakan bahwa bukunya telah menjadi International Best Seller. Damar mempertanyakan apa ukurannya hingga dikatakan best seller? Setahu dia, ada banyak parameter yang harus dipenuhi sebelum sebuah buku dinyatakan best seller. Seperti misalnya, harus sudah dicetak ulang di beberapa negara, biasanya sepuluh. Ternyata usut punya usut, klaim Andrea tentang best seller ini ada kaitannya dengan Laskar Pelangi edisi Turki yang mencantumkan label International Best Seller di covernya. Tapi daripada aku ghibah dengan dasar yang tidak jelas, lebih baik kamu cari sendiri kebenarannya ya kawan XD

Oke, berikutnya menurut Om Bajang, Damar mempertanyakan klaim Andrea yang mengatakan bahwa dalam 100 tahun tidak pernah ada nama penulis Indonesia di kancah dunia, baru kali ini ada nama Andrea muncul. Padahal kita tahu ada nama Pramoedya Ananta Toer, yang menjadi langganan nominasi penerima hadiah nobel tiap tahun (dan pelanggan Magsaysay Award, kalau aku boleh menambahkan :p red).

Bahkan soal penerbit, masih kata Om Bajang, Damar memang hanya mempertanyakan siapa penerbit Rainbow Troops yang sesungguhnya di Amerika. Karena kata-kata Andrea tidak sesuai dengan yang di lihat Damar (Damar konon sudah mengecek bentuk fisik Rainbow Troops yang label penerbitnya tertulis Sarah Crichton Books), sehingga Damar ingin menverifikasi. Masih (lagi) kata Om Bajang, dia menyayangkan sikap Andrea yang mau membawa kasus ini ke meja hijau, seharusnya pertanyaan-pertanyaan Damar yang berbentuk tulisan ini bisa di jawab Andrea dengan tulisan pula. Tulisan dibalas tulisan, layaknya dua penulis sejati.

Terakhir, Om Bajang menganggap bahwa Damar tidak terlihat ingin menjatuhkan Andrea, apalagi mengubur ambisi Andrea untuk mengangkat sastra Indonesia di ranah dunia. Damar adalah tokoh dalam dunia persilatan tinta Indonesia yang pastinya memiliki ambisi yang serupa dengan Andrea.

Oke, oke, ciyusan aku pusing. Tapi kemudian aku baru ingat bahwa aku belum melihat tulisan maut yang ditulis Om Damar ini. Jadilah aku mencari di Kompasiana dan menemukannya. Silahkan kamu juga cek kawan:

http://media.kompasiana.com/buku/2013/02/13/pengakuan-internasional-laskar-pelangi-antara-klaim-andrea-hirata-dan-faktanya-533410.html

Hmm, apa yang ditulis om Damar tidak terlalu melenceng dengan penjabaran yang aku baca dari Om Bajang. Hanya saja, karena om Damar yang malang ini otak utamanya, memang sekilas terbaca tendesius bagiku saat dia mengkritisi Andrea. Tapi kalau mau adil, argumennya memang masuk akal.

Dilema juga, aku adalah penggemar Andrea Hirata dari dulu. Aku punya semua bukunya, tanpa label best seller, artinya aku memang sudah membacanya jauh sebelum mereka best seller. Tapi aku rasa aku harus tetap berpikir adil, karena kata Pramoedya, kita harus adil sejak dalam pikiran. Artinya, pemikiran dan tulisanku setelah ini adalah pertimbangan adilku, tidak hanya untuk Damar, tapi juga untuk Andrea.

Secara garis besar aku setuju dengan penjabaran Om Bajang. Bagaimanapun kritik adalah hak sejati bagi semua makhluk hidup. Begitu juga dengan hak menjawab kritik. Aku yakin Andrea akan sangat mudah menjawab tudingan-tudingan yang dialamatkan padanya itu, karena dia pasti paling tahu akan kenyataan tentang dirinya. Seperti misalnya ketika Andrea akhirnya menjelaskan tentang status penerbitan itu, publik pun akhirnya paham, mereka tidak akan lagi mempertanyakan apa benar seorang Andrea berbohong tentang penerbitnya, malah publik bisa saja mempertanyakan bagaimana bisa Damar tidak mencermati baik-baik status penerbitan si Sarah Crichton yang malang.

Bila pun memang ada argumentasi om Damar yang terbukti benar, aku rasa bukan hal yang sulit bagi Andrea untuk memohon maaf dan memverifikasi serta menganulir pernyataannya. Publik juga pasti bisa memaafkan, namanya khilaf kepeleset lidah siapa sih yang gak pernah?

Seingatku, dulu pernah mantan ibu negara Amerika, bininya si George Bush, melakukan kunjungan ke negara Bosnia yang sedang dilanda konflik. Sepulang dari sana, dia menceritakan dengan berkoar-koar bagaimana negara itu dilanda konflik yang ganas dan kacau. Kondisinya berbahaya sekali, sampai-sampai dia harus berlari-lari dijaga pengawalnya menghindari tembakan sniper. Waktu pun berlalu, hingga kampanye pilpres Amerika tiba, tim sukses Obama memperlihatkan video mantan ibu negara tersebut berkunjung ke Bosnia dulu. Betapa tempat itu adalah negara yang damai. Anak-anak sekolah membacakan puisi menyambut kedatangan si ibu. Tentara Amerika yang bertugas disana pun dengan santai mengajak ibunda Amerika tercinta itu berkeliling kamp militer.

Lantas kenapa ketika kembali ke negaranya, si ibu malah bercerita bagitu berbeda? Jawaban resmi beliau adalah, “anda tahu kan di posisi saya saat itu, saya sangat mudah terbawa suasana” ^^d

Aku rasa kepeleset lidahnya Andrea masih bisa dimaafkan ketimbang lidahnya si ibu negaranya uncle Sam ini. Tindakan Andrea yang malah menuntut Damar ke meja hijau jelas adalah blunder yang malah memperburuk citra dirinya sendiri.

Nah, sekarang mari kita adil terhadap Andrea juga.

Satu hal yang saya pelajari dari hidup, adalah kadang kita tidak pernah tahu apa yang dirasakan oleh mereka yang berada di posisi berbeda dengan kita. Apalagi posisi yang cenderung, katakanlah, “di atas.” Berbagai faktor menghantui, dari mulai tekanan dari luar, provokasi di sana sini, hingga ego diri sendiri yang merasa ingin diakui. Aku pernah mengalami menjadi seseorang yang di atas dan di bawah.

Bertahun-tahun yang lalu aku berada di sebuah institusi, menjadi seorang bawahan. Dengan seenaknya aku mengkritik dan menghujat atasanku, merasa kerja mereka tidak becus. Saat akhirnya aku berada di tingkat atas, aku sendiri kaget dengan pola kerja serta tekanan yang menyertainya. Ditambah lagi ada ego dalam diriku yang membuat aku ingin sekali diakui sebagai pemimpin yang hebat. Sesuatu yang tidak pernah kurasakan ketika berada di posisi bawah.

Aku tidak tahu apa yang menjadi latar belakang Andrea berbuat demikian. Pastinya akan banyak faktor-faktor psikologis dan sosiologis yang telah mempengaruhinya. Dia adalah seorang novelis abad baru, tanpa latar belakang sastra, tulisan yang ia buat murni dari hatinya telah menjadi inspirasi banyak orang. Dia menjadi begitu dikenal dan dielu-elukan banyak orang, dan didekati orang-orang berkepentingan pula. Tentunya bukan hal yang mudah untuk secara tiba-tiba memperoleh power semacam itu. Dari situ sangat mungkin muncul sebuah tekanan baru, sekaligus ego yang tidak pernah dirasakan orang biasa. Kita yang orang awam bisa saja menghina dan menghujat apa yang dilakukan Andrea, itu jelas, karena kita tidak pernah berada di posisi dia. Anda tentu paham maksud saya.

Aku tidak ingin memaklumi Andrea, tapi tidak juga mengamini Damar begitu saja. Bagaimanapun kita tahu bahwa Andrea memiliki kesempatan untuk menjawab kritik Damar dengan anggun. Bahkan Damar bisa saja mengkritik Andrea dengan bertemu dan bicara langsung. Mungkin itu bisa menjadi alternatif ending yang lebih indah.

Tidak salah kita berpihak pada salah satu dari mereka, dan kontra terhadap yang lain. Namun mohon dicamkan bahwa keduanya juga bukan orang sembarangan. Bagaimanapun, jangan lupakan bahwa Andrea adalah penulis fenomenal yang karya novel dan filmnya telah menjadi wabah positif yang pernah menjangkiti negeri ini. Bahkan kini karyanya mulai menyebar ke kancah dunia. Damar juga seorang tokoh yang memang sudah biasa berkecimpung dalam dunia kesusastraan Indonesia, kritiknya justru akan sangat berharga untuk diterima, mengingat pengalamannya yang memang tidak main-main.

Jujur saja, bila publik seenaknya bersikap reaktif, menilai Andrea ini-itu tanpa mencoba berpikir tenang dan melihat dari dua sisi, aku khawatir publik sama saja melakukan kesalahan yang sama dengan Andrea. Reaktif menghadapi stimulus kecil. Belum apa-apa sudah menganggap Andrea sebagai penulis yang tidak tahan kritik, dan selayaknya masuk keranjang sampah (mirip ungkapannya Soe Hok Gie), sungguh, kita malah tidak lebih bijak dari dia.

Setahuku, kritik terhadap Andrea tidak sekali ini saja. Bertahun-tahun yang lalu saat tetralogi Laskar Pelangi baru booming, seorang kolomnis membuat tulisan di koran nasional. Dia mengawali tulisannya dengan mengapresiasi karya Andrea yang inspiratif. Lalu di bagian utamanya ia banyak mempertanyakan keabsahan novel itu sebagai pengalaman pribadi Andrea sebagai si Ikal. Banyak cerita-cerita di novel itu yang nampaknya mustahil benar-benar terjadi. Seingatku, sejak munculnya tulisan itu rasanya aku tidak pernah mendengar konflik apapun. Mohon sela aku bila aku salah. Tapi nampaknya Andrea bisa saja menerima kritik pada saat itu.

Alasanku menulis ini memang tidak terlepas dari kenyataan, bahwa aku adalah penggemar Andrea Hirata Seman. Untuk itu, aku mencoba membuat sebuah penilaian yang seadil mungkin, kalau perlu akan kukoreksi habis-habisan kesalahan Andrea, justru sebagai bukti kesetiaanku padanya. Aku juga ingin menunjukan kesetujuanku pada Om Bajang, bahwa sudah sepantasnya kita berargumentasi dengan cerdas melalui tulisan. Tulisan dibalas tulisan, bukan hanya bagi Andrea dan Damar, tapi juga publik. Aku adalah bagian dari entitas publik, dan akan jauh lebih anggun bagi seorang publik untuk angkat bicara melalui argumentasi tulisan semacam ini, ketimbang komen-komenan maupun selentingan-selentingan yang tidak menjelaskan apa-apa secara terperinci dan hanya luapan iseng semata.

“Berkatalah yang baik, atau tidak usah berkata sama sekali”

-Nabi Muhammad SAW-

2 thoughts on “Ketika Penggemar Andrea Angkat Bicara

  1. kalau Andrea semacam penulis reaktif anti kritik, rerata dari kalangan teman-teman yang ikutan bicara adalah mahasiswa reaktif tukang kritik 😛 *jokes* *aku juga begitu*

Leave a reply to anharrara Cancel reply